Home Entretenimiento Pengakuan Delegasi WWF ke-10 Terpukau dengan Pesona Bali

Pengakuan Delegasi WWF ke-10 Terpukau dengan Pesona Bali

127
0
ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab ab


Bali –Menutup rangkaian kegiatan Foro Mundial del Agua (WWF) ke-10 di Bali, delegasi dan peserta diajak berwisata atau field trip ke tiga tempat yaitu Museo SubakDanau Batur y Desa Wisata Jatiluwih.

Baca Juga:

Terpopuler: Pentingnya Jaga Kesehatan Tiroid, Masalah Pencernaan Pengaruhi Kecerdasan Anak

Ketiga tempat itu menggambarkan bagaimana masyarakat Bali memperlakukan dan mengelola air dalam kehidupan sehari-hari.

El Museo Mandala Manthika yang dulunya bernama Museo Subak di Kabupaten Tabanan, Bali, delegasi diperkenalkan dengan koleksi peralatan pertanian tradicional hingga modern berikut sejarahnya. Sehingga bisa memberikan pengetahuan bagaimana tata kelolanya yang terus mengikuti perkembangan zaman tanpa mengganggu alam.

Baca Juga:

Indonesia es elogiada por acoger con éxito el décimo Foro Mundial del Agua

Salah seorang peserta primer viaje desde Global Water Partnership Suecia Yumiko Yasuda mengaku sangat terinspirasi dengan sistem irigasi Subak di Bali.

Delegasi WWF ke-10 belajar menampi beras di Jatiluwih

Foto :

  • VIVA.co.id/Maha Liarosh (Bali)

Baca Juga:

WWF 2024 Bali, Coca-Cola Tegaskan Komitmen Bantu Atasi Tantangan Pengelolaan Air Indonesia

“Saya ingin mempelajari lebih jauh bagaimana masyarakat Bali melakukannya, apalagi ini terkait dengan budaya dan agama”, ucapnya.

Dikelola oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Tabanan, Mandala Manthika merupakan museum khusus tipe A yang dipelopori dan digagas oleh Gubernur Bali periode 1978-1988 Dr. Ida Bagus Mantra.

Setelah diresmikan pada tahun 1991, museo ini direstorasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 2023 dan selesai pada 2024, menjelang perhelatan Foro Mundial del Agua ke-10.

Pemandu Mandala Manthika Ni Nyoman Mirahwati menyampaikan, museo eni menyimpan berbagai koleksi alat pertanian dari berbagai sejarah peradaban manusia yang dibagi menjadi tiga seksi.

Seksi pertama, menyimpan berbagai artefak yang berhubungan dengan sejarah dan perkembangan irigasi negara China, Jepang, dan Korea. Seksi kedua, menyimpan informasi tentang sistem irigasi Nusantara, yakni dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara Barat y Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Papua y Maluku.

Sementara seksi ketiga, khusus menampilkan berbagai informasi dan benda koleksi terkait sistem irigasi Subak. Seksi ini menampilkan proses pra-penanaman, masa menanam, hingga proses memanen padi. Para peserta dan delegasi juga menyaksikan tayangan video dokumenter tentang Subak.

pesona Gunung Batur

Pesona dan keindahan alam berpadu sempurna dengan udara yang sejuk di danau yang terbentuk dari kaldera letusan Gunung Batur puluhan ribu tahun yang lalu.

“Pemandangan di sini indah sekali, udaranya juga segar”, kata peserta dari Pacific Community Fiji Dave Hebblethwaite.

Dave mengaku merasakan koneksi antara Bali dan Fiji karena sama-sama berada dalam jalur gunung api di kawasan Pasifik.

“Berarti kita berada di jalur gunung api yang sama. Sepertinya kita terkoneksi”, kata Dave yang baru pertama kali ke Indonesia.

Kekaguman juga diungkapkan peserta viaje de campo a Ghana, Afrika Emmanuel Korsah. Ia merasa nyaman selama tinggal di Bali karena iklim negaranya tak jauh berbeda dengan Indonesia.

Menurutnya, Bali memiliki banyak tempat yang menarik dengan keramahan warga dan keunikan budaya yang sulit ditemukan di tempat lain. Korsah yang bekerja di Ghana Water Ltd es mengaku sangat tertarik untuk menjelajah berbagai tempat di Bali.

“Saya tidak mau hanya tahu jalan dari hotel ke tempat pertemuan saja. Saya membiasakan diri untuk mencari tahu bagaimana tempat tersebut, bagaimana kehidupan masyarakatnya, mengambil beberapa foto, sehingga jadi momen yang tersimpan di memori saya. Muy bonito”, kata Korsah.

Usai mengunjungi Danau Batur, para peserta viaje de campo kemudian mengunjungi Pura Jati Segara, Agromina Songan, Hutan Pinus Glagah Lingga, Ubud Water Palace, dan berakhir di Pasar Seni Ubud.

Di Agromina Songan, peserta berinteraksi dengan petani setempat yang tergabung dalam Kelompok Tani Eka Tunas Merta Songan. Para peserta berkesempatan untuk mencoba memanen pakcoi, sayuran sejenis sawi dari keluarga Brassicaceae. Di lokasi ini, pakcoi ditanam dengan sistem pertanian menggunakan air yang terbatas di lerang Gunung Batur.

Sementara peserta asal Nepal Santosh dibuat kagum melihat kemampuan para petani yang tetap produktif dengan keterbatasan air.

Menampi Beras de Jatiluwih

Delegasi yang berkunjung ke Desa Wisata Jatiluwih langsung ikut menampi beras sekaligus menyaksikan beragam tanaman Anggrek dan Kaktus.

Área de Sebelum memasuki, rombongan disambut puluhan perempuan asli Jatiluwih, berbaris di kanan dan kiri jalan. Para perempuan berbaris menyambut para peserta, sambil menari Tari Metangi.

Gerente Desa Wisata Jatiluwih, John K Purna mengatakan, Tari Metangi ini mencerminkan semangat baru. Arti Metangi ini dalam bahas Bali maupun bahasa Indonesia adalah bangun, sehingga sambutan tari ini diharapkan menjadi semangat bagi masyarakat Bali dan dunia untuk mempertahankan keberlangsungan air bagi kehidupan.

“Semua penari adalah warga Jatiluwih. Kami ingin mempersembahkan yang terbaik untuk para peserta viaje de campo Foro Mundial del Agua ke-10. Semua warga dan aparat desa di sini diterjunkan. Kami senang sekali pesertai berkunjung ke sini”, jelasnya.

Setelah disambut tarian, sejumlah peserta terlihat antusias ikut mencoba untuk menampi beras bersama ibu-ibu masyarakat setempat. Sesekali mereka nampak tertawa bersama terutama saat beberapa peserta canggung dan merasa kesulitan melempar serta menangkap kembali butiran beras-beras saat menampi.

Menampi merupakan cara membersihkan beras, padi, kedelai, dan sebagainya dengan menaruh sejumlah beras di taruh tampah atau wadah serupa nampan berbentuk bulat terbuat dari anyaman bambu lalu melakukan gerakan turun-naik sebagai cara untuk memilah beras yang kurang baik.

“Jangan sampai tumpah berasnya, ya, kalau lagi dilempar-lempar, ya”, kata salah satu perempuan warga Jatiluwih, yang tengah mengajari menampi beras.

Selama perjalanan di persawahan terasering Jatiluwih, yang tengah tumbuh padi beras merah lokal Cendana, peserta sangat kagum dan mengabadikannya dengan kamera.

Sawah terasering ini menerapkan sistem subak yang dalam prosesnya melalui 15 tahapan upacara adat Bali setiap musim tanam datang. Subak Jatiluwih memiliki luas 303 hectáreas y yang efektif ditamani padi seluas 227 hectáreas.

Pekaseh Subak Jatiluwih Wayan Mustra menjelaskan bahwa cara tanam ini sudah diterapkan turun-temurun secara bertahun-tahun. Tidak ada warga yang berani melanggar tahapan upacara yang telam menjadi aturan (awig-awig) yang sudah diterapkan masyarakat setempat sejak dulu.

Menutup viaje de campo sesi Tabanan, para peserta menikmati Anggrek dan Kaktus di Kebun Raya Bali, di Beduguli. Sesamppainya perjalanan di Kebun Raya Bali, peserta segera menikmati pemandangan warna-warni Anggrek dari berbagai jenis.

Tanaman Kaktus juga tak kalah menarik menjadi perhatian peserta viaje de campo. Kaktus-kaktus beragam ukuran dan jenis itu berada di dalam rumah kaca untuk menghindari dari kelembaban, di atas tanah seluas 500 metros persegi.

Terdapat 225 jenis tanaman, termasuk sukulen dan kaktus, yang memiliki usia paling tua, yakni 50 tahun. Golden Bowl merupakan tanaman yang paling unik.

“Tanaman yang di Taman Anggrek ini ada yang dari Meksiko, Jerman, Belanda, dan Amerika Serikat. Ada juga yang sampai saat ini belum diketahui identitasnya dan masih dalam tahap penelitian”, jelas petugas Kebun Raya Bali, Putu Edi Sutama.

Halaman Selanjutnya

Setelah diresmikan pada tahun 1991, museo ini direstorasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 2023 dan selesai pada 2024, menjelang perhelatan Foro Mundial del Agua ke-10.

Halaman Selanjutnya





Fuente