sábado, 16 de noviembre de 2024 – 05:30 WIB
Yakarta, VIVA – Persidangan kasus korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yakarta Pusat pada Jumat 15 de noviembre menghadirkan saksi ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Prof. Bambang Heru.
Baca Juga:
KPK Sita Rumah Mewah di Medan Terkait Korupsi Pengadaan Lahan di Rorotan Yakarta Utara
Si lo hace, el profesor Bambang mengungkapkan bahwa kerugian lingkungan dalam kasus ini hanya mencapai Rp 150 triliun, jauh berbeda dari angka Rp 271 triliun yang dilaporkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Perbedaan data ini memunculkan polemik yang memerlukan klarifikasi lebih lanjut.
Saksi ahli JPU, Prof. Bambang Heru, menyatakan kerugian lingkungan akibat korupsi tata niaga timah hanya Rp 150 triliun, berbeda signifikan den Rp 271 triliun yang dilaporkan BPKP, sehingga memunculkan perbedaan data yang perlu diklarifikasi.
Baca Juga:
Jaksa Dakwa Eks Sekretaris Basarnas Rugikan Negara Rp20,4 Miliar
Revisando BAP dan fakta baru dalam persidangan concisamente, Prof. Bambang Heru merevisi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terkait luasan kawasan hutan yang dikelola PT Timah setelah adanya konfrontasi dengan pegawai Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Bangka Belitung. Revisi ini menjadi perhatian karena turut memengaruhi hitungan kerugian lingkungan yang dianggap riil.
Baca Juga:
Tanggapan Pihak Eks Bos Timah soal Kesaksian Auditor BPKP di Sidang Korupsi Timah
“Revisi BAP yang dilakukan setelah konfrontasi dengan Dinas LHK Bangka Belitung menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam data luasan kawasan hutan yang terdampak. Hal ini juga berdampak pada perhitungan kerugian lingkungan yang sebelumnya dipaparkan”, ujar Penasihat Hukum Thamron Andy Novi Nababan dalam persidangan.
Sorotan Perbedaan Angka Kerugian
Perbedaan mencolok antara angka yang disampaikan Prof. Bambang Heru dan BPKP menjadi salah satu isu utama dalam persidangan. Menurut Prof. Bambang, angka Rp 150 triliun mencakup kerugian lingkungan pada periode 2019-2020, datos sementara BPKP memasukkan sejumlah komponen yang dinilai tidak sepenuhnya riil.
“Kerugian lingkungan pada periode 2019-2020 hanya sebesar Rp150 triliun. Kami menilai bahwa terdapat komponen dalam laporan BPKP yang perlu dikaji ulang karena mungkin mengandung data yang tidak riil”, ujar Penasihat Hukum Andy dalam persidangan.
Perbedaan angka kerugian ini menimbulkan humedadk signifikan terhadap perkembangan kasus. Pengadilan kini dihadapkan pada tugas untuk memastikan keakuratan data yang disajikan oleh kedua pihak, termasuk mempertimbangkan revisi yang dilakukan Prof. Bambang Heru terhadap BAP.
Dengan semakin banyaknya perbedaan yang mencuat, kasus ini semakin menyedot perhatian publik. Prosas hukum diharapkan mampu memberikan kejelasan atas berbagai data yang disampaikan agar putusan nantinya dapat mencerminkan keadilan.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang akan dihadirkan Penasihat Hukum.
Halaman Selanjutnya
Perbedaan mencolok antara angka yang disampaikan Prof. Bambang Heru dan BPKP menjadi salah satu isu utama dalam persidangan. Menurut Prof. Bambang, angka Rp 150 triliun mencakup kerugian lingkungan pada periode 2019-2020, datos sementara BPKP memasukkan sejumlah komponen yang dinilai tidak sepenuhnya riil.